Rabu, 02 Juni 2010

TOPENG

Aku adalah aku,,
Terlepas dari aku menutupi parasku dengan TOPENG ketegaran...
Aku adalah aku...
Walau bodoh merupakan nama panjangku..
Aku akan tetap aku...
Terimalah apa adanya..
Aku mohon, berhentilah memaksaku menjadi TOPENG yang lain...
Percayalah,,,
Aku sudah berusaha dengan keras untuk menjadi apa yang kalian inginkan...
Jadi, aku mohon berhentilah menyalahkan aku...
Aku ini manusia juga kan seperti kalian?
Perlakukanlah aku seperti manusia yang nyata,
bukan seperti boneka yang bisa kalian mainkan sesuai keinginan kalian,,,
Hargailah usahaku ini...
Berilah aku pengakuan supaya aku bisa melepas TOPENG ini...
Rasanya berat harus memakainya terus,,,
Bantulah aku untuk melepasnya,
jangan memasangkan TOPENG yang lain...

Finally by DEBBIE MOORLINA

Malam ini seperti malam-malam yang sebelumnya..
Hanya ada aku dan air mata..
Semua terasa begitu lambat seakan menyaksikanku menangis ditengah gelapnya sudut ruangan ini..
Aku bukan menangisi orang lain tapi diriku sendiri..
Aku benci harus jadi seperti ini..
Seakan aku yang salah...
Aku tidak mengerti banyak hal...
Tapi aku mengerti dia...
Tapi dia tidak menghiraukan keberadaanku, kesedihanku..
Apa ia tidak tahu,
Aku juga tersiksa harus melihatnya bersusah hati..
Namun apa pantas ia seakan menganggapku tidak ada..
Aku ini manusia juga kan?
Tetapi kenapa aku yang harus terus mengalah untuk dia..
Aku memang memilih untuk diam karena aku selalu menganggapnya hanya bukan menjadi dirinya sendiri..
Tapi aku lelah, menghadapi semua omong kosong ini ..
Aku lelah dalam situasi yang sama setiap waktu..
Seakan tenggelam dikolam yang tak ada permukaannya..

Selasa, 19 Januari 2010

Cerita tentang katak kecil

Pelajaran hidup No. 1

Pada suatu hari ada segerombol katak-katak kecil,
..... yang menggelar lomba lari

Tujuannya adalah mencapai puncak sebuah menara yang sangat tinggi.
Penonton berkumpul bersama mengelilingi menara untuk menyaksikan perlombaan dan memberi semangat kepada para peserta...
Perlombaan dimulai...
Secara jujur:
Tak satupun penonton benar2 percaya bahwa katak2 kecil akan bisa mencapai puncak menara.

Terdengar suara:
"Oh, jalannya terlalu sulitttt!!
Mereka TIDAK AKAN PERNAH sampai ke puncak."
atau:
"Tidak ada kesempatan untuk berhasil...Menaranya terlalu tinggi...!!
Katak2 kecil mulai berjatuhan. Satu persatu...
..... Kecuali mereka yang tetap semangat menaiki menara perlahan- lahan semakin tinggi...dan semakin tinggi..

Penonton terus bersorak
"Terlalu sulit!!! Tak seorangpun akan berhasil!"
Lebih banyak lagi katak kecil lelah dan menyerah...
.....Tapi ada SATU yang melanjutkan hingga semakin tinggi dan tinggi....
Dia tak akan menyerah!

Akhirnya yang lain telah menyerah untuk menaiki menara. Kecuali satu katak kecil yang telah berusaha keras menjadi satu-satunya yang berhasil mencapai puncak!
SEMUA katak kecil yang lain ingin tahu bagaimana katak ini bisa melakukannya?

Seorang peserta bertanya bagaimana cara katak yang berhasil menemukan kekuatan untuk mencapai tujuan?
Ternyata...
Katak yang menjadi pemenang itu TULI!!!!


Kata bijak dari cerita ini adalah:
Jangan pernah mendengar orang lain yang mempunyai kecenderungan negatif ataupun pesimis...
.....karena mereka mengambil sebagian besar mimpimu dan menjauhkannya darimu..

Selalu pikirkan kata2 bertuah yang ada.
Karena segala sesuatu yang kau dengar dan kau baca bisa mempengaruhi perilakumu!


Karena itu:
Tetaplah selalu....
POSITIVE


Dan yang terpenting:
Berlakulah TULI jika orang berkata kepadamu bahwa KAMU tidak bisa menggapai cita-citamu!
Selalu berpikirlah:
I can do this!

Tersenyumlah dengan 'HATImu'

SENYUMLAH...

Kisah di bawah ini adalah kisah yang saya dapat dari milis alumni Jerman,
atau warga Indonesia yg bermukim atau pernah bermukim di sana .

Demikian layak untuk dibaca beberapa menit, dan direnungkan seumur hidup.

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya.
Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat
inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.

Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling."

Seluruh siswa diminta untuk pergi keluar dan memberikan senyumnya kepada
tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka.

Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan di depan kelas.

Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum
pada setiap orang. Jadi, saya pikir, tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu
saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi ke restoran
McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu udaranya sangat dingin
dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan
meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk
yang masih kosong.

Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap
orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula
antri di belakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat
mengapa mereka semua pada menyingkir? Saat berbalik itulah saya membaui
suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang
saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil! Saya bingung,
dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih
pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum"
ke arah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga
memancarkan kasih sayang. Ia menatap ke arah saya, seolah ia meminta agar
saya dapat menerima 'kehadirannya' di tempat itu.

Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung
beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan.

Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya
'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang memainkan
tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya.

Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental,
dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya merasa sangat
prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya
tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba2 saja sudah sampai di depan
counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya
pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata
biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona." Ternyata dari koin yang
terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan
di restoran disini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan
tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya
ingin menghangatkan badan.

Tiba2 saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku
beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk
yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati
mereka...

Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di
restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua
'tindakan' saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga
kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta
diberikan dua paket makan pagi (di luar pesanan saya) dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di
counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat duduk suami
dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari
sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat.
Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan
tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu,
sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua."

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah
berkaca2 dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya."

Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata
"Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian,Tuhan juga berada
di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ke telinga saya untuk
menyampaikan makanan ini kepada kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk
lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh
kedua lelaki itu.

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan
mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat
duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya
sambil tersenyum dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan
dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku
dan anak2ku!"

Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar2
bersyukur dan menyadari, bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah kami telah mampu
memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang
sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan
restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu
menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami.
Salah satu di antaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap
"Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang
berada disini, jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan
lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami."

Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak
meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat ke arah kedua lelaki itu,
dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung
menoleh ke arah kami sambil tersenyum, lalu melambai2kan tangannya ke arah kami.
Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan
terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar2 'tindakan' yang tidak pernah
terpikir oleh saya.

Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan
itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!

Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini di
tangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya. Dan keesokan
harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan kelas,
ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini
kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan.

Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk
membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan dengan
seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi.

Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya,
membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat
bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang
duduk di deretan belakang di dekat saya di antaranya datang memeluk saya untuk
mengungkapkan perasaan harunya.

Di akhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya
dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis di akhir paper saya.

"Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat'
dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu."

Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh
orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa
yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus
dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah
manapun, yaitu: "PENERIMAAN TANPA SYARAT."

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh
para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita
ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara MENCINTAI SESAMA,
DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA YANG KITA MILIKI, dan bukannya
MENCINTAI HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK KITA, DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA!

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan
cerita ini kepada orang2 terdekat anda. Disini ada 'malaikat' yang akan
menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak
hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang
membutuhkan uluran tangannya!

Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupanmu,
tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan meninggalkan JEJAK di dalam hatimu.

Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk berinteraksi
dengan orang lain, gunakan HATImu! Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan
banyak, orang yang kehilangan teman, akan kehilangan lebih banyak! Tapi orang
yang kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan
memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak
melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka, hewan itu tetap harus
BERIKHTIAR untuk bisa mendapatkannya.

Orang-orang muda yang 'cantik' adalah hasil kerja alam, tetapi orang-orang tua
yang 'cantik' adalah hasil karya seni. Belajarlah dari PENGALAMAN MEREKA,
karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk bisa mendapatkan semua itu
dari pengalaman dirimu sendiri

Kamis, 14 Januari 2010

"The ANGEL"

Ternyata banyak "Malaikat" dimana-mana.
Ga terkecuali Tukang Ketoprak di depan kampus ku.
Dengan setelan tua, ia tersenyum kepadaku,
"Nunggu dijemput, neng?", ia bertanya.
"Iya, Pak. Lama banget", jawabku.
Ia tersenyum kembali dan berkata,"Duduk aja disini, cape kan harus berdiri terus".

Berselang 1 minggu berlalu..

Ia tetap berjualan di tempat yang sama, menunggu pelanggan-pelanggannya datang untuk membeli ketopraknya. Aku mendatanginya sebagai "Pelanggan". Betapa senangnya dia melihatku menghampirinya. Dengan senyumnya yang khas, ia menyapaku.
"Ketoprak 1, bang!", seruku.
"Siap, Neng".
"Pulang naik apa, neng? Nunggu lagi ya?".
"Nggak, bang, kayaknya naik taksi deh hari ini. Ga ada yang jemput".

Brrrr....

Hujan deras menghantam tenda kecilnya. Aku merapat berteduh ditendanya.
"Aduh, jadi basah ya neng?", liriknya.
Aku hanya tersenyum simpul menanggapi tegurannya.
"Pulangnya gimana nih?", gumamku.

Tak lama kemudian, ia sudah menyelesaikan ketoprak pesananku. Hujan masih tetap saja mengguyur dengan derasnya. Wajah bingungku mungkin terlihat olehnya. Ia langsung saja menembus hujan deras itu dan menunggu taksi untukku. Aku hanya terdiam melihatnya seperti itu. Dibalik punggungnya yang sudah mulai bongkok, aku melihat HATI MALAIKAT didalamnya. Akhirnya tak lama sesudah itu, taksi yang kami tunggu datang juga. Dengan masih basah kuyup, ia menghampiriku dan berkata, "Neng, taksinya udah ada".
Masih terdiam, aku diantarnya sampai pintu taksi.
Aku benar-benar terharu.
Kata terakhir yang aku ucapkan hanya terima kasih padanya. Senyumnya benar-benar tulus meninggalkan bekas dihatiku.

Akankah kita menjadi salah satu malaikat itu?
Dari situlah aku belajar menghargai segala sesuatu, tak terkecuali menghargai arti dari KEBAIKAN.

Sabtu, 09 Januari 2010

Perihal Cinta

Terkadang cinta itu ga bisa diucapkan dengan kata-kata.. Semua yang kadang hanya dibuat indah.. Padahal banyak yang hanya direkayasa mengikuti suasana hati.. Seperti sekarang, ada orang yang dekat tapi merasa jauh.. Ga ada yang sadar betapa hancurnya hatinya.. Apa yang bisa ia lakukan untuk jujur akan perasaannya? Hanya air matanya yang dapat menjelaskan semua keluh kesahnya.. Sebenarnya apa yang diinginkannya? Hanya cinta dia kah yang diinginkannya? Kalau memang iya lalu kenapa ia hanya selalu mengatakan kalau ia benci laki-laki itu..

Jumat, 08 Januari 2010

Arti Berteman..

Apa yang bisa kita lakukan bila seseorang bertanya tentang apa arti berteman?Well,kalau aku akan menjawab,, Berteman berarti memiliki satu sama lain.. Simpati terhadap apa saja yang terjadi pada teman kita.. Lalu apa arti teman kalau pada akhirnya kita akan mengungkit semua curahan hati ataupun segala pemberian yang pernah kita berikan atau juga segala kebaikan yang kita tawarkan kepada orang lain? Ironis memang..Wajarkah kita membuat kondisi yang seperti itu?

Kamis, 07 Januari 2010

Sinopsis Novel – Looking for Alibrandi

Sinopsis Novel – Looking for Alibrandi

Looking for Alibrandi adalah kisah yang sangat mengairahkan tentang perjalanan hidup seorang gadis muda yang penuh dengan lika-liku kehidupan menuju masa kedewasaannya. Cerita berpusat Josephine Alibrandi - yang agresif, tidak pernah puas, dan bingung menghadapi tahun terakhirnya di St Martha's, sebuah sekolah menengah Katolik elite khusus gadis yang terletak di kawasan pinggir kota sebelah timur, yang ayahnya memperlakukan mereka layaknya seperti putri. Dia mempunyai ambisi untuk menemukan tempatnya dalam masyarakat makmur dan untuk membebaskan diri dari predikat memalukan yaitu sebagai anak Australia-Italian yang tidak memiliki ayah sejak ia lahir.
Josephine menemukan kebenaran yang vital melalui keadaan tragis. Dia datang untuk menyadari bahwa dunia yang sempurna terdiri lebih dari gaya rambut cantik, pacar yang kaya dan hak sosial. Melina Marchetta menggunakan gagasan tentang penderitaan melalui konflik di seluruh novel. Hal ini membantu untuk memicu perubahan positif dalam pencarian jati diri seorang Josephine Alibrandi dan dunia pada umumnya. Bisa dikatakan bahwa buku mengupas secara mendalam kegelisahan remaja pada umumnya. Ini melukiskan gambaran yang jelas tentang pengetahuan diri dan penerimaan diri di setiap babnya.
Fitur yang kuat dalam buku ini adalah ketidakpuasan dan kemarahan Josephine Alibrandi. Dia tidak bahagia dengan banyak hal dalam hidupnya. Dia marah ketika mereka menyebut dirinya sebagai 'etnis' dan 'wog'. Dia terganggu oleh kenyataan bahwa dia hanya siswa yang mendapatkan Beasiswa dan gadis eksklusif sekolah. Josephine juga kecewa bahwa dia tidak akan pernah dapat diterima dan setara dengan Ivy Loyd. Josephine merasa sangat marah dengan campur tangan neneknya (Nonna), yang dia tidak pernah memandang remaja yang hamil di luar nikah, menelantarkan ibunya dan berbohong tentang ayah dari ibunya, Marcus Sandford
Salah satu poin penting utama dalam buku ini, yang memberinya wawasan dan kebebasan pribadi, adalah kemunculan ayahnya, Michael Andretti, dan pacarnya, Jacob Coote, yang masuk dalam hidupnya. Alasan mengapa hal itu seperti peristiwa penting adalah karena mereka datang ke dalam hidupnya sebagai 'penyelamat'. Ayahnya, yang adalah seorang pengacara, 'menyelamatkan' dia dari gugatan hukum yang mengancam. Melibatkan tuan Uskup dan putrinya, Carly yang terkenal dan kaya (yang telah ditinju hidungnya oleh Josephine setelah menyebutnya 'wog'). Jacob Coote juga 'menyelamatkan' dia dari insiden pemerkosaan.
Dua insiden yang paling penting yang benar-benar mengubah dirinya adalah berakhirnya hubungannya dengan Jacob - yang datang sebagai akibat dari bentrokan budaya - dan insiden bunuh diri teman yang sangat istimewadan dicintainya, John Barton. Tindakan tragis ini telah menanamkan dalam dirinya pemahaman yang sensitif tentang penderitaan keluarganya. Ketika ia bertanya kepada Nonna untuk berbicara lebih banyak tentang masa lalunya, dia memeluk warisan Italia dan menciptakan sedikit sepotong sejarah bagi dirinya sendiri juga.
Perjalanan Josephine Alibrandi memperoleh kebebasan tidak seperti dugaannya. Tadinya ia mengira akan terbangun pada suatu pagi dan segalanya menjadi jelas. Merasa terbebas dari segala – galanya. Atau mungkin, ada satu peristiwa tertentu yang bisa membuatnya memperoleh sesuatu. Namun saat ia mengenang kembali semua yang terjadi setahun terakhir, dan menyadari bahwa sebenarnya ia sudah terbebas dari dulu. Dan terjadinya juga bukan di satu kesempatan tapi di beberapa kesempatan. Kecanggungan yang sering ia alami telah berganti, bukan dengan kecangguangan yang lain, tapi oleh sedikit kesedihan. Ia mengira bahwa status anak haram adalah salib yang harus terus menerus ia pikul selama sisa hidupnya, tapi pada akhirnya ia menyadari bahwa banyak hal yang lebih mengkhawatirkan disbanding mengeluhakan hal itu seumur hidupnya.
Masalah perbedaan kebudayaan, dengan berani akan ia pandang mata siapapun yang bertanya lurus – lurus dan menjawab bahwa dirinya adalah orang Australia dengan darah Italia kental deras di tubuhnya. Ia akan mengatakannya dengan penuh kebanggan, karena memang kebanggaanlah yang ia rasakan. Semakin lama hubungannya dengan Michael Andretti semakin membaik. Dan Jacob? Menurutnya, bukan latar belakangnya sebagai ketururnan Italia dan latar belakang Jacob yang menjadi penyebab perpecahan meraka. Hanya saja mungkin meraka terlalu berbeda. Meraka belum bisa menentukan dengan tepat apa yang sesungguhnya mereka inginkan dari diri meraka sendiri, apalagi tahu apa yang mereka inginkan dari pasangan mereka masing – masing.
Usia tujuh belas yaitu usia ketika seseorang beajar mengetahui kebenaran. Tapi hal yang terpenting ialah bahwa seseorang akan terus belajar mengetahui kebenaran setelah meninggalkan usia tujuh belas. Josephine memutuskan untuk tetap percaya kepada Tuhan dan tidak akan membiarkan aturan – aturan Gereja merampas kepercayaan itu darinya. Ia tahu, banyak keburukan terjadi di dunia, dan banyak orang putus asa dan merasa siap meninggalkan dunia. Dengan yakin ia berkata bahwa ia tidak akan seperti itu, karena ia yakin banyak sekali sifat positif dan baik dalam diri setipa orang, terutama generasi muda.
“Sebenarnya aku mengerti bahwa tidaklah penting benar apakah aku ini Josephine Andretti yang sebenarnya tidak pernah menjadi seorang Alibrandi, yang seharusnya mengenakan nama belakang Sandford, dan yang mungkin tidak akan pernah menjadi Coote. Yang paling penting adalah siapa aku dalam hatiku – dan aku merasa bahwa aku adalah anak perempuan Michael dan Christina serta cucu Katia; sahabat Sera, Anna, dan Lee, juga sepatu Robert”.
“Kalian tahu, sesuatu yang indah terjadi saat aku mengenang kembali satu tahun yang telah berlalu. “Suatu hari nanti” itu telah datang. Karena akhirnya aku mengerti”.

My Poetry

Bunga di Kala itu..

Kala itu aku berjalan menyusuri bukit,
Melihat awan yang begitu biru membuatku bahagia,
Namun tidak bagi bunga yang ada di puncak bukit itu,,,
Ia terlihat sangat menderita,
Aku tak tahu apa yang difikirkannya,,
Yang terlihat hanya pucuk-pucuknya yang sudah layu,,
Aku menghampiri bunga itu,
Terkejutlah aku akan indah kelopaknya,,
Warnanya ungu kemerah-merahan,
Mengingatkan ku akan awal bulan itu,,
Dimana semuanya bahagia,,
Bunga itu layu,,
Namun ia berjuang untuk hidup diatas bukit itu,,
Rasanya ingin aku menolongnya,,
Tapi apa daya,,
Tertiup angin saja ia telah tiada,,
Sedih aku mengenangnya,,,
Bunga itu tidak benar-benar mati,,
Ia hanya mengganti wujudnya menjadi kenangan,,,